BREAKING NEWS

The Power Of Santri

Senin, 24 Januari 2022

Posonan di Trenggalek




Pada tahun 2009 saya diajak teman saya untuk posonan ke Trenggalek. Waktu itu saya tidak begitu tau spesifikasi pondok yang dituju teman saya. Saya kira ya ngaji kitab seperti di sarang. Sebelum pamitan sama gus Wafi, karena ketika itu saya memang dekat dengan beliau, beliau bertanya. "Posonan ning kono lapo bah?" Gih pingin ngucali pengalaman gus, jawab saya. Yo wis ati-ati, jawab beliau.


Malam terakhir bulan sya'ban itu kami pun berangkat dari sarang. Sekitar pukul 03.00 wib bus sampai Tuban dan kondektur membangunkan para penumpang. Yang sahur yang sahur, suara sanyut-sanyut itu terdengar. Karena baru enakan tidur, kami pun tidak mengiyakan seruan kondektur itu. Sampai akhirnya bis berangkat lagi dan sampai di Babat tepat suara tarkhim pertanda mau adzan subuh. Karena sudah tidak ada waktu kami pun sudah pasrah untuk melalui puasa hari pertama tanpa sahur. Saya melihat teman saya minum air keran untuk menambah amunisi tubuh. Kasihan sekali teman saya itu 😅.


Pagi harinya kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke kwagean pondoknya yai Hannan. Saya mampir ke situ karena ada teman Qudsiyyah yang mondok di situ. Setelah sampai di Pare, saya hubungi teman saya tapi gak ada balasan. Ternyata di kwagean sudah mulai balagh romadlonnya, sehingga teman saya tidak on hpnya. Sambil menunggu, kami pun pergi ke musholla dan tiduran di situ. Ketika itu sudah siang hari jadi perut kami sudah mulai lapar. Teman saya mengajak untuk membatalkan puasa saja tapi saya menahannya. Poso hari pertama mosok mukak, jawab saya. Walaupun secara hukum kami diperbolehkan mengganti di hari yang lain karena sedang musafir.


Setelah jamaah dhuhur akhirnya teman saya baru menghubungi dan kami pun akhirnya mampir sebentar ke pondoknya yai Hannan. Setelah dirasa cukup kami pun melanjutkan perjalanan menuju Trenggalek. Karena naik turun bus, waktu pun tidak bisa diprediksi. Adzan maghrib posisi kami masih di bus, belum sampai ke Trenggalek. Akhirnya kami pun buka puasa seadanya dengan membeli jajan yang dijajakan para penjaja yang berlalu lalang. Sekitar isya kami pun sampai di Trenggalek tepatnya di desa Kamulan, saya lupa nama pondoknya. Kami pun segera mendaftar dan mendapatkan kamar. Agar tidak ketinggalan tarowih, kami pun segera menuju ke masjid. Setelah tarowih selesai dan istirahat sebentar, balagh Romadhon pun segera dimulai. 


Romo Yai Masruhin, itulah nama pengasuh pondoknya. Setelah membaca kitab ternyata yang dibacakan adalah kitab-kitab ijazah kanuragan. Saya pun sedikit kecewa dengan teman saya, saya kira ngaji kitab seperti di sarang ternyata ilmu kanuragan. Bersambung..


#30haribercerita

#harikeduapuluhempat

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2022 ISBAH KHOLILI. Designed by MikiAlQudsy