BREAKING NEWS

The Power Of Santri

Sabtu, 05 Oktober 2013

KURIKULUM DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF


A.      Pendahuluan
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwasanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan melakukan perubahan kurikulum untuk tahun ajaran 2013-2014. Perubahan tersebut (menurut Menteri Pendidikan) sudah seharusnya diaplikasikan guna memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia yang selalu mengalami kemerosotan dan keterpurukan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan perubahan kurikulum pendidikan perlu dilakukan karena tuntutan zaman yang terus berkembang agar peserta didik mampu bersaing di masa depan.
Memang masih terjadi banyak perdebatan tentang layak tidaknya perubahan kurikulum dalam pendidikan di Indonesia. Alasan yang jelas dan tepat belum mampu dipaparkan sehingga polemik tersebut masih menjadi isu yang sedang aktual.
Semakin maraknya tawuran antar pelajar, pergaulan bebas dan dekadensi moral pelajar di Indonesia disinyalir menjadi penyebab perlunya pembenahan dalam sistem pendidikan terutama kurikulum yang harus diterapkan di masing-masing sekolah di seluruh Indonesia. Penambahan mata pelajaran yang menekankan nilai-nilai akhlak dan pendidikan karakter agaknya perlu diimplementasikan. Sehingga dengan lebih banyaknya mata pelajaran yang bermuatan agamis diharapkan mampu mengatasi kasus dan problematika pelajar dewasa ini.
Masih menurut kemendikbud, perubahan karakter harus dimulai dari TK hingga SMA, sedangkan perguruan tinggi bersifat otonom. Intinya, perubahan kurikulum pendidikan itu akan menyederhanakan sejumlah mata pelajaran. Penyederhanaan itu diperuntukkan bagi mata pelajaran yang bersifat umum ke dalam Ilmu Pengetahuan Umum, sedangkan ilmu sains (MIPA) dan ilmu sosial yang merupakan "basic" ilmu pengetahuan akan tetap ada. Jadi, kurikulum pendidikan yang baru nanti akan mengubah mindset pendidikan yang bersifat akademik menjadi dua paradigma yakni akademik dan karakter, bahkan pendidikan karakter akan lebih banyak di tingkat pendidikan dasar atau TK dan SD, karena karakter itu merupakan pondasi pendidikan.
Pendidikan karakter itu juga tidak harus berupa mata pelajaran tersendiri. Mata pelajaran Biologi yang memberikan penugasan observasi/penelitian secara berkelompok itu akan mengajarkan cara kerja sama, leadership, komunikasi melalui presentasi hasil penelitian, kompetisi melalui persaingan antar kelompok, dan seterusnya. Semua itu termasuk pendidikan karakter. Perubahan kurikulum dimaksudkan untuk mencetak sumberdaya manusia yang profesional secara akademik dan tangguh atau kreatif secara karakter. Yang jelas, perubahan kurikulum itu memang akan membuat mata pelajaran lebih sedikit dari sebelumnya. Mata pelajaran yang bersifat hafalan juga berkurang, karena banyak praktik lapangan dan studi kasus, sehingga teknik pembelajaran akan mengarahkan siswa menjadi inovatif, kreatif, dan kompetitif.
Terlepas dari deal tidaknya perubahan kurikulum dalam tahun ajaran 2013-2014, maka sudah selayaknya kita mempersiapkan diri guna mengatasi permasalahan pelajar yang semakin kompleks. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan harus mampu mengkover dan mengarahkan pelajarnya masing-masing guna menatap masa depan yang progresif.
B.       Definisi Kurikulum
Definisi kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang.[1] Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum hanya sebagai isi pelajaran.
        Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Diantara penganut pendapat ini adalah Caswel dan Campbell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935) dan Ronald C. Doll (1974). Definisi Doll tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai fasilitas yang mendukungnya.[2]
Mauritz Johnson (1967) mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum yang sangat luas seperti yang dikemukakan oleh Ronald Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara siswa dengan ligkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum tapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan atau mengantisipasi hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar-mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa.[3]
Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Mauritz Johnson, beberapa ahli memandang kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang di antara mereka adalah Mac Donald (1965). Menurut dia, sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. Belajar (Learning) merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.[4]
C.       Komponen Kurikulum di Indonesia
Berikut ini akan kami paparkan komponen kurikulum dari berbagai tingkatan yang merupakan representasi dari pelajar Indonesia. Dengan melihat dari perbedaan antar satu tingkatan maka bisa kita lihat seberapa efektif esensi kurikulum masing-masing tingkatan dalam mengarahkan pelajar menuju pengetahuan yang dinamis.
1. Kurikulum SD/MI[5]
A. Mata Pelajaran
     1. Pendidikan Agama Islam*)
         a. Al-Qur'an-Hadis
         b. Akidah-Akhlak
         c. Fikih
         d. Sejarah Kebudayaan Islam
    2. Pendidikan Kewarganegaraan
    3. Bahasa Indonesia
    4. Bahasa Arab**)
    5. Matematika
    6. Ilmu Pengetahuan Alam
    7. Ilmu Pengetahuan Sosial
    8. Seni Budaya dan Keterampilan
    9. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
B. Muatan Lokal ***)
C. Pengembangan Diri ****)
Keterangan :
1.    *) Pendidikan Agama Islam dijadikan dalam satu komponen Untuk kurikulum Sekolah Negeri (SD, SMP, dan SMA).
2.    **) Mapel B. Arab tidak diajarkan dalam kurikulum Sekolah Negeri (SD, SMP, dan SMA)
3.    ***) Kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi  daerah, yang ditentukan oleh satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Di Madrasah Qudsiyyah seperti mapel Nahwu, Shorof, Tauhid, dan sebagainya.
4.    ****) Bukan mata pelajaran tetapi harus diasuh oleh guru dengan tujuan memberikan kesempatan peserta didik  untuk mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, dan kondisi satuan pendidikan (sekolah/madrasah). Atau lebih lazimnya biasa disebut Ekstra Kurikuler
2. Kurikulum SMP/MTs[6]
A. Mata Pelajaran
     1. Pendidikan Agama Islam
         a. Al-Qur'an-Hadis
         b. Akidah-Akhlak
         c. Fikih
         d. Sejarah Kebudayaan Islam
    2. Pendidikan Kewarganegaraan
    3. Bahasa Indonesia
    4. Bahasa Arab
    5. Bahasa Inggris
    6. Matematika
    7. Ilmu Pengetahuan Alam
    8. Ilmu Pengetahuan Sosial
    9. Seni Budaya
   10. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
   11. Keterampilan/TIK
B. Muatan Lokal
C. Pengembangan Diri
3. Kurikulum SMA/MA[7]
K o m p o n e n
Kelas X
Kelas XI
Kelas XII
IPA

IPS

BHS
AGM
IPA
IPS
BHS
AGM
 A.  Mata Pelajaran









1.        Pendidikan Agama Islam









            a. Al-Qur'an-Hadis
ü
ü
ü
ü
-
ü
ü
ü
-
            b. Akidah-Akhlak
ü
ü
ü
ü
-
-
-
-
-
            c. Fikih
ü
ü
ü
ü
-
ü
ü
ü
-
            d. Sejarah Kebudayaan Islam
-
-
-
-
ü
ü
ü
ü
ü
e. Akhlak
-
-
-
-
ü
-
-
-
ü
2.        Pendidikan Kewarganegaraan
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
3.        Bahasa Indonesia
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
4.        Bahasa Arab
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
5.        Bahasa Inggris
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
6.        Bahasa Asing
-
-
-
ü
-
-
-
ü
-
7.        Sastra Indonesia
-
-
-
ü
-
-
-
ü
-
8.        Antropologi
-
-
-
ü
-
-
-
ü
-
9.        Matematika
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
10.    Fisika
ü
ü
-
-
-
ü
-
-
-
11.    Biologi
ü
ü
-
-
-
ü
-
-
-
12.    Kimia
ü
ü
-
-
-
ü
-
-
-
13.    Sejarah
ü
ü
ü
ü
-
ü
ü
ü
-
14.    Geografi
ü
-
ü
-
-
-
ü
-
-
15.    Ekonomi
ü
-
ü
-
-
-
ü
-
-
16.    Sosiologi
ü
-
ü
-
-
-
ü
-
-
17.    Tafsir
-
-
-
-
ü
-
-
-
ü
18.    Hadis
-
-
-
-
ü
-
-
-
ü
19.    Fikih
-
-
-
-
ü
-
-
-
ü
20.    Ilmu Kalam
-
-
-
-
ü
-
-
-
ü
21.    Seni Budaya
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
22.    Penjasorkes
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
23.    TIK
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
24.    Keterampilan/Bahasa Asing
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
 B.  Muatan Lokal
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
 C.  Pengembangan Diri
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü
ü

D.      Perubahan Kurikulum di Indonesia
1. Segi History
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan direncanakan pada tahun 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaannya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.[8]
RENCANA PELAJARAN 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis : dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok : daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
RENCANA PELAJARAN TERURAI 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
KURIKULUM 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis : mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran : kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
KURIKULUM 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (Management By Objective) yang terkenal saat itu. Pada masa itu dikenal istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi : petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
KURIKULUM 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Selain itu, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
KURIKULUM 1994 dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998 diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
KURIKULUM 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
KTSP 2006
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mengacu pada standar nasional pendidikan dimaksudkan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Empat dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI),  Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, dan Standar Penilaian merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
2. Segi Politik
Diakui ataupun tidak, dunia politik di Indonesia semakin menunjukkan titik nadir yang mengarah pada keterpurukan bangsa Indonesia. Pengadaan proyek-proyek sering disalahgunakan demi meraih keuntungan dan kepentingan satu golongan. Fenomena ini juga telah merambah di dunia pendidikan dalam hal ini adalah kementerian pendidikan dan kebudayaan.
Adanya perubahan kebijakan dan sistem pendidikan sering kali dijadikan kedok untuk mendapatkan proyek dengan anggaran dana yang super besar. Pengungkapan kasus korupsi di berbagai instansi pemerintahan menunjukkan betapa buruk dan bobroknya para pemimpin Indonesia. Memang sangat disayangkan jika dana pendidikan yang begitu besarnya tidak dapat disalurkan kepada masyarakat khususnya pelajar di seluruh Indonesia.
Banyak kalangan yang menanyakan substansi dari perubahan kurikulum dari waktu ke waktu. Ada anggapan bahwa setiap ada pergantian kabinet pasti ada pergantian kebijakan tak terkecuali dunia pendidikan. Kurikulum periode sebelumnya belum maksimal dilaksanakan sudah ada opini pergantian atau perubahan. Jika hal ini berjalan terus-menerus besar kemungkinan masyarakat semakin tidak percaya kepada pemerintah.
3. Segi Agama (Syari’at)
Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah "melakukan perubahan", tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju ke perbaikan. Sebuah perubahan selalu disertai dengan konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya dipertimbangkan agar tumbuh kebijakan-kebijakan yang lebih signifikan.
Jika perubahan kurikulum tersebut membawa kebaikan (maslahat) maka sudah selayaknya untuk diterapkan. Namun jika perubahan kurikulum tersebut hanya sekedar perubahan image atau demi kepentingan satu golongan, maka hal itu merupakan suatu kemunduran dunia pendidikan. Dalam syariat (fikih) kemaslahatan ada tiga macam : kemaslahatan yang bersifat wajib, kemaslahatan yang bersifat sunnah, dan kemaslahatan yang bersifat mubah/boleh.[9]
Maslahat juga dibagi menjadi tiga :[10]
1.      Kemaslahatan Ukhrowi
Kemaslahatan Ukhrowi yaitu kemaslahatan (kebaikan) yang dicapai di akhirat saja. Kemaslahatan Ukhrowi sangat diharapkan hasilnya karena setiap orang tidak tahu akhir hidupnya (khusnul khotimah atau su’ul khotimah). Seandainya mereka tahu maka belum bisa dipastikan apakah amal ibadahnya diterima Allah swt atau tidak. Dan seandainya dipastikan diterima oleh Allah maka belum bisa dipastikan hasil pahala dan kebaikan akhiratnya karena bisa saja hilang ketika ditimbang dan ketika diambil balasannya (diqishos).
2.      Kemaslahatan Duniawi
Kemaslahatan Duniawi yaitu kemaslahatan (kebaikan) yang dicapai di dunia saja. Kemaslahatan ini dibagi menjadi dua :
a.         Pasti hasilnya
Seperti kemaslahatan makanan, minuman, pakaian, pernikahan, perumahan, dan sarana transportasi.
b.         Diharapkan hasilnya
Seperti berdagang untuk menghasilkan keuntungan sebagaimana menjalankan harta anak yatim demi memperoleh keuntungan, mengajarinya berdagang dan menyekolahkannya demi kebaikan mereka di masa datang. Membangun rumah, bercocok tanam, dan berkebun merupakan kemaslahatan yang sangat diharapkan hasilnya.
3.      Kemaslahatan Duniawi dan Ukhrowi
Kemaslahatan Duniawi dan Ukhrowi yaitu kemaslahatan (kebaikan) yang bisa dicapai di dunia dan di akhirat. Seperti membayar kifarat dan ibadah maliyyah (misal zakat dan sebagainya). Kemaslahatan duniawi bagi si penerima, sedangkan kemaslahatan ukhrowi bagi si pemberi. Kemaslahatan duniawi bersifat pasti, sedangkan kemaslahatan ukhrowinya masih bersifat harapan.
Perubahan kurikulum pendidikan merupakan masalah duniawi dan mungkin juga termasuk masalah ukhrowi. Terlepas dari ada tidaknya kemaslahatan dalam perubahan kurikulum tersebut, sudah selayaknya jika perubahannya tidak serta-merta mengganti. Namun lebih bersifat merevisi dan menambah sistem yang lebih baik serta masih mempertahankan sistem lama yang masih baik. Sebagaimana kaidah :
“Almukhafadhatu alal qodim assholih wal akhdu bil jadid al aslah”
Menjaga sistem lama yang masih layak dan mengambil sistem baru yang lebih kompetitif.
E.       Penutup
Adanya perubahan kurikulum dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa penerapan pembaharuan pendidikan di Indonesia tidak selalu berjalan dengan mulus seperti yang diharapkan. Inovasi-inovasi yang coba diterapkan oleh kemendikbud selaku otoritas yang membawahi pendidikan di Indonesia tidak bisa diterima oleh sekelompok masyarakat. Menurut Rogers (dalam Ibrahim, 1988) mengemukakan bahwa karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan inovasi tersebut harus memiliki unsur-unsur berikut :[11]
1.      Keunggulan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya.
2.      Kompatibilitas, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (value), pengalaman masa lalu, dan kebutuhan penerima.
3.      Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima.
4.      Trialabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
5.      Dapat diamati (observability) yaitu mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi.
Jika inovasi kurikulum yang ditawarkan oleh kemendikbud telah mampu diterima oleh masyarakat selanjutnya proses pengajaran juga harus lebih bervariasi. Kemajuan di bidang teknologi dan informatika harus bisa dimanfaatkan seefisien mungkin. Pemanfaatan laboratorium, komputerisasi, internet, digital library dan sebagainya harus bisa digunakan semaksimal mungkin.
Kegiatan pengajaran memang sering kali dipandang sama dengan mengajar. Dalam konteks ini mengajar merupakan  kegiatan yang dilakukan seseorang yang memiliki profesi sebagai pengajar. Memberikan kuliah adalah salah satu penerapan strategi atau teknik pengajaran, dan termasuk komponen sistem pengajaran. Tanggapan seperti itu tidak tepat, sebab kegiatan pengajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada sekedar mengajar, yaitu cara yang dipakai oleh pengajar, ahli kurikulum, perancangan bahan pelajaran, perancangan media, dan sebagainya yang ditujukan untuk mengembangkan rencana yang terorganisir guna keperluan belajar (Gagne dan Briggs, 1978).[12]
Jika kurikulum dan sistem pengajaran telah berjalan dengan baik maka diharapkan mampu menciptakan pelajar yang berkualitas. Pelajar yang mampu menghadapi perkembangan serta mampu bersaing di masa depan. Semoga dengan adanya perubahan kurikulum tahun ajaran 2013-2014, sistem pendidikan di Indonesia bisa lebih maju. Semoga bermanfaat.


[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek, (PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1999), Hal.4.
[2] Ibid
[3] Ibid, hal.5
[4] Ibid.
[5] Lampiran Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor  2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab Di Madrasah.
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] (sumber: depdiknas.go.id)
[9] Imam Izzuddin Ibnu Abdissalam, Qowa’idul Ahkam Fi Mashalihil Anam, (Darul Ma’arif, Bairut Libanon), Juz 1 hal. 36
[10] Ibid. Hal 37
[11] M. Sulthon Masyhud dkk, Manajemen Pondok Pesantren, (Diva Pustaka, Jakarta, 2003), hal. 71
[12] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, (Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2003), hal. 44



 
Copyright © 2022 ISBAH KHOLILI. Designed by MikiAlQudsy