BREAKING NEWS

The Power Of Santri

Sabtu, 12 Agustus 2023

Pasukan Kiriman Allah




Entah kebetulan atau tidak, sebulan ini ada empat orang yang silaturrahim ke saya dan orangnya sama persis dengan setahun lalu yang juga menemui saya. 

Yang pertama ada habib dari Malang, sudah sepuh dengan tutur kata yang halus. Datang hanya bertujuan untuk silaturrahim dan menyambungkan sanad keilmuan orang-orang yang dikenal. Tidak ada tujuan sedikit pun untuk menjual barang atau sekedar meminta-meminta. Habib ini hampir kenal semua kiai-kiai di Jawa dengan sanad keilmuannya. Kiai ini dulu mondoknya di sini, kiai ini mondok disini, gus ini mondok di sini, begitu seterusnya. Wajah teduh dan sepuhnya menjadikan setiap orang akan nyaman jika ngobrol dengan beliau. Jagong sejam pun tak terasa karena banyaknya orang yang beliau kenal. Di akhir silaturrahim beliau pun pamitan, sebelum pamitan, beliau saya minta untuk berdo'a. Sebelum pulang, saya pun ke kamar untuk mengambil amplop yang mau saya haturkan pada beliau. Saya murni ikhlas dan merasa amplop itu tidak ada nilainya jika dibanding dengan do'a beliau. Kira-kira setahun yang lalu beliau juga datang dengan latar dan tujuan yang sama. 

Yang kedua, sekitar beberapa minggu kemudian ada habib dari Jepara. Jujur saja, ketika pertama bertemu, hati ini rasanya sudah gak karuan. Ini pasti seperti tahun kemarin, batin saya. Dan ternyata benar, habib ini membawa barang agar dijualkan ke santri-santri. Saya bingung, mau menolak gak enak, saya terima memberatkan santri-santri. Tahun ini dapat santri berapa gus? tanyanya. 200 bib, jawab saya. Nanti saya kasih 200 ya, insya Allah berkah. Gih monggo bib, jawab saya dengan pasrah. Akhirnya uang 4 juta pun aku kasihkan, saya niati bantu cucu Rasulullah. Persis kira-kira setahun yang lalu juga kejadiannya sama, hanya saja setahun yang lalu dikasih 100 saja. 

Kira-kira beberapa hari kemudian, di waktu sore hari, ada tamu yang datang. Yik Umar gus, seloroh beliau. Oh monggo yik pinarak, jawab saya. Yik Umar ini alumni Sarang, jadi sama-sama santrinya Mbah Maimoen. Dulu beliau diminta pak lek saya (lek Asnawi) agar ke rumah saya di ponpes Qudsiyyah Putri. Akhirnya beliau pun bertemu saya di sini. Ngobrol kami lebih ke seputar pondok sarang dan alumni-alumni yang kami kenal. Yik Umar ini humbel orangnya, jadi enak diajak ngobrol. Sebelum pamitan, beliau menawarkan parfum. Minyak gus, kagem njenengan. Pinten niki yik, tanya saya. Mpun sak kersane njenengan, jawabnya. Saya pun masuk kamar dan mengasihkan selembar uang. Niki yik kagem tumbas bensin, tutur saya. Doakan yik semoga berkah hidup saya. Setahun yang lalu pun kejadian hampir sama persis. 

Dan yang keempat, dua hari berselang, jumu'ah pagi ketika saya baru momong anak kelima saya, tiba-tiba ada bapak-bapak yang mengucap salam. Ketika saya jawab dan melihat orangnya, saya langsung ingat orang itu, walaupun lupa namanya. Monggo pak, ting kantor mawon mangkih kulo tak mriko. Wis ning kene wae, jawab beliau. Beliau ini adalah alumni Qudsiyyah angkatannya pak Naf'an, namun hanya sampi MI saja. Setelah itu beliau melanjutkan mondok di Sarang. Begitu masuk rumah beliau langsung membuka tas, dan mengeluarkan beberapa kitab. Iki lho nawani kitab, katanya. Saya pun membuka-buka beberapa kitab yang dibawanya. Batinku, aku ki wong males mutholaah koq ditawani kitab wae. Akhirnya kami pun ngobrol-ngobrol tentang qudsiyyah dan perkembangannya, alumni-alumni sarang yang kami kenal, dan beberapa kiai yang saya tanyakan. Ketika mau pamitan, saya pun diingatkan lagi. Endi kitab sing mpuk jupuk, selorohnya. Sing loro niki mpun gadhah pak, mpun sing niki mawon, jawab saya. Saya pun mengambilkan uang beberapa lembar untuk membayarnya. Saya terpaksa membelinya karena setahun yang lalu dengan agak terpaksa saya tidak membeli kitab yang beliau tawarkan. Ya Allah, saya niati semua ini untuk membantu sesama, jika Engkau berkenan mohon kabulkan hajat saya karena sesungguhnya saya juga orang yang masih kurang seperti mereka.

 
Copyright © 2022 ISBAH KHOLILI. Designed by MikiAlQudsy